Tentang Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat




Yep.
Kalau gue nulis lagi, tandanya ada uneg-uneg.

Semakin hari, gue merasa semakin sulit berkomunikasi dengan orang-orang. Gue berpikir, apa mungkin ini terjadi karena gue terlalu banyak baca dan kurang berinteraksi dengan orang-orang?

Atau kultur media sosial membuahkan semacam pergeseran tertentu mengenai cara bergaul kita dan gue gagal menangkap perubahan itu karena gue jarang main medsos?

Atau buku-buku yang gue baca ditulis dengan gaya bahasa yang terlalu lugas sehingga nggak cocok dengan budaya Indonesia dan Asia yang penuh sopan santun dan kadang memiliki maksud tersirat dari kata-kata yang diucapkan?

Apapun alasannya, kesulitan ini lama-lama bikin gue jadi kepikiran.

Dan tibalah hidayah itu.

Waktu lagi main ke toko buku, gue menemukan buku yang sekilas kok kayak the Jakmania. Oren-oren gimana, gitu. Terang banget, Sob, sampulnya. Judulnya pun provokatif. Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Terjemahan dari versi aslinya, The Subtle Art of Not Giving A F*ck.


This book is surprisingly cool! Gue suka banget sama kalimat-kalimat yang Mark Manson tembakkan. Sangat smooth, tapi juga penuh kejutan. Seger bangetlah, pokoknya. Usut punya usut, ternyata yang nulis adalah blogger. Oh, baiklah. Editornya juga jago, pasti.

Tapi jangan tertipu sama judulnya yang terkesan koboi. Isinya bagus banget.

Manson melontarkan argumen bahwa manusia tak sempurna dan terbatas. Karena itu, kita wajib menerima segala ketidaksempurnaan/keterbatasan yang dipunya. Terima aja fakta kalau kita jelek, bodoh, nggak pintar olahraga, niat pedekate malah disangka pengin begal, dan serangkaian "ketidakadilan kehidupan" lainnya. Terima aja.

Dengan menerima semua kekurangan, kita akan menjadi lebih manusiawi, lebih ringan dalam menjalani hidup yang (kalau kalian sadari) punya standar yang terlalu tinggi atas banyak hal. Dengan demikian, penerimaan terhadap kekurangan diri sendiri justru membuat seseorang jadi lebih berani dan percaya diri. Mungkin karena penerimaan itu bikin kita jadi lebih cuek. Nothing to lose.

Prinsip dasar ini sebenarnya agak mirip dengan sufisme dalam Islam dan kesan yang gue tangkap dari ajaran Budha (mohon maaf kalau ternyata kesan itu nggak tepat. Gue bukan pemeluk agama Budha soalnya, hehehe). Sederhananya, kita melepaskan segala atribut keduniawian dan berfokus pada sesuatu yang penting. Esensial.

Menerima kekurangan juga menyadarkan diri bahwa kita nggak bisa menangani semua masalah. Tapi, kita bisa memilih masalah yang mau diatasi. Pilih satu masalah yang benar-benar penting. Fokus kita terhadap masalah itu otomatis bakal membuat masalah lain jadi terasa nggak sepenting sebelumnya.

Kunci tentang kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal; tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja, hanya peduli tentang apa yang benar dan mendesak dan penting. Mark Manson

Menurut gue, kalau ini dijalankan dengan baik, kita nggak cuma lebih tahan terhadap stres (karena memanfaatkan filosofi cuek dengan baik), tapi juga lebih mampu mencapai tujuan karena hanya berfokus pada 1-2 hal yang penting.

Oh ya, ada bahasan yang sangat mendalam di bagian akhir buku ini. Menarik buat dibaca malam hari.

Such a nice book, really. 

Comments

Post a Comment

Popular Posts