Tantangan Inovasi di Indonesia



Pada tulisan sebelumnya, saya telah menjabarkan Surabaya yang "dinomorduakan" dalam bisnis inovasi. Padahal, secara geografis, Surabaya adalah kota bisnis. Mereka punya orang-orang yang menciptakan inovasi. Mereka punya ekosistemnya. Mereka juga punya demand-nya. Sayangnya, demand itu malah lari ke Jakarta.

Saat itu, saya sempat bertanya-tanya. Kalau Surabaya saja seperti itu, bagaimana dengan kota-kota lain yang jauh lebih kecil, bahkan yang namanya saja barangkali belum pernah kita dengar?

Apakah mungkin masalah ini hanya terjadi di Indonesia?

Bagaimana dengan negara-negara yang telah lebih dulu akrab dengan teknologi, dengan inovasi. Bagaimana dengan Jepang? Amerika Serikat?

Soal Jepang, saya masih belum tahu. Namun ternyata, Amerika Serikat punya masalah yang relatif sama.

Kondisi di Amerika

Sejak gelombang pertama internet, uang modal usaha di Amerika Serikat terkonsentrasi secara geografis. Pada 2014, tiga perempat uang hasil usaha hanya mengalir ke tiga negara bagian; California, New York, dan Massachussetts. Kebanyakan lulusan sekolah bisnis Amerika pun cenderung menuju ke sana daripada pulang kampung dan membangun daerahnya. Mereka mengikuti aliran uang, sementara uang juga mengikuti mereka.

Sounds familiar?

Karena inovasi berpusat di ketiga tempat itu, sebagian besar pendapatan juga terkonsentrasi di sana. Inilah yang (katanya) menjadikan Santa Clara Valley a.k.a Silicon Valley sebagai salah satu daerah terkaya di dunia. Selain memperluas bidang medis dan bioteknologi di Massachusetts, hal ini juga menghasilkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan pajak yang besar. Akibatnya jelas; kesenjangan ekonomi.

Bagaimana cara mengatasinya?

Gagasan besarnya adalah meratakan kesenjangan kesejahteraan di seluruh Indonesia melalui teknologi mutakhir. Ada beberapa cara yang sepertinya cukup menjanjikan untuk mewujudkannya. Pertama, nama besar di wilayah tak terlalu besar. Kedua, keunikan wilayah. Ketiga, internet.

1. Nama besar di wilayah tidak terlalu besar

Wilayah Buffalo tadinya adalah kawasan terpinggirkan. Adalah Elon Musk dan rencananya untuk membuat pembangkit listrik tenaga surya skala besar SolarCity di sana yang membuat Buffalo masuk pemberitaan, dilirik oleh lulusan sekolah teknik, bisnis, dan para karyawan berpengalaman lainnya untuk berkontribusi di sana.



Selain Musk, nama besar lain yang berinvestasi di Buffalo adalah Steve Case, pendiri AOL. Dia berinvestasi di Energy Intelligence (startup teknologi yang mengumpulkan energi dari kendaraan-kendaraan di jalan raya) dan POP Biotechnologies yang menggunakan ilmu kedokteran nano untuk mengembangkan pengobatan bagi penyakit kanker.



2. Keunikan wilayah

Selalu ada inovasi kuliner yang mewabah dari daerah bernama Bandung. Sebagai kota pelajar, Yogyakarta memproduksi lulusan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berbudi pekerti luhur setiap tahun. Nama Bali lebih terkenal daripada Indonesia sebagai destinasi pariwisata dunia. Soal kopi? Serahkan pada Aceh dan Wamena. Bawang? Brebes!

Can you see that? Setiap daerah di Indonesia punya keunikan masing-masing!

Saya membayangkan setiap kota fokus pada satu saja keunikan yang mereka miliki. Apapun keunikan tersebut.

Jika tidak punya, ya buat saja sekarang. Namun, pastikan ciri khas itu memiliki nilai komersil yang tinggi. Ini sama dengan yang dilakukan anak-anak muda di Nashville dengan startup bernama Artiphone, pembuat instrumen musik yang dijalankan secara digital. Artiphone sukses mengeruk uang dengan jumlah terbanyak sepanjang sejarah kategorinya di Kickstarter (sekaligus masuk 25 Best Inventions versi Time pada 2015).

Kemudian, ada Shinola di Detroit. Shinola sebelumnya merupakan wilayah inovasi otomotif. Pendirinya (Tom Kartsotis) melatih ulang ratusan pekerja otomobil di sana untuk membuat jam tangan, sepeda, tas tangan, dan buku catatan. Shinola mendapatkan pendanaan terbesar dari Revolution, Venture Capital terkemuka di AS.

3. Internet

Masih harus dijelasin?

***

Pada akhirnya, saya harus bilang bahwa pemerintah kita masih belum niat untuk berinovasi. Mereka lebih memilih untuk membangun infrastruktur (ya meskipun itu penting juga sih, banget malah!). Padahal, salah satu janji kampanye mereka adalah menggalakkan ekonomi kreatif.

Tapi, ya sudah. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Perhaps, it is your time to walk on the stage and be a rockstar dalam dunia persilatan inovasi negeri ini.

Sekolah yang baik.
Banyak-banyak berteman dengan orang yang berguna.
Lihat apa yang bisa kamu kerjakan di kampungmu.
Bangun daerahmu.

Mudah-mudahan berhasil.



Comments

Post a Comment

Popular Posts