Tentang Perbedaan Pekerjaan dan Karier (bagian 2)




Ini adalah lanjutan dari tulisan saya sebelumnya.

Apa gunanya mengetahui bedanya pekerjaan dan karier?
Karena ini membuat segala sesuatu yang kita kerjakan jadi lebih bermakna, minimal sekali mengurangi gerutu di pagi hari (terutama hari Senin, hahaha).

Bukan apa-apa, kita seringkali memahami bahwa itu hidup itu sesimpel belajar-bekerja-kawin-beranak-mati. Buat apa belajar? Biar dapet pekerjaan. Buat apa kerja? Biar punya duit; buat makan, beli mobil, beli/ngontrak rumah, kawin, dan seterusnya. Sesederhana itu.

Padahal, hidup cuma sekali. Perlu dibikin berarti. :)


Gawatnya lagi, urutan itu sangat bergantung pada ketersediaan uang. Kita terus-menerus bekerja demi uang karena uang adalah pangkal kehidupan, meskipun uang tidak punya agama, tidak kenal keluarga, kewarganegaraan, apalagi kemanusiaan.

Alhasil, kita jadi tenggelam dalam pekerjaan tanpa tahu mau seperti apa karier kita. Sayang banget.

Ada beberapa hal yang menarik jika membicarakan karier. Yang pertama adalah cerminan karier. Yang kedua adalah segitiga karier. Keduanya saling berkaitan satu sama lain.

Pada tulisan sebelumnya, kita telah belajar bahwa pekerjaan adalah segala yang kamu kerjakan, baik untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan maupun untuk memenuhi kebutuhan pribadimu. Pekerjaan adalah alat. Pekerjaan adalah cara. Lain halnya dengan karier.

Cerminan Karier
Cara paling mudah untuk mengetahui karier adalah dengan mengevaluasi apa saja yang sudah kamu jalani selama ini, terutama pada usia produktif. Secara titel, karier bisa saja punya "nama" yang sama dengan pekerjaan. Keduanya baru bisa dibedakan ketika kita melakukan refleksi/cerminan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang telah dijalani selama ini.

Saya, misalnya, pernah bekerja sebagai teknisi, bankir, dan guru, namun punya karier sebagai penulis. Pekerjaan yang terlihat loncat ke sana-sini membuat jalur karier saya erratic. Tidak umum. Namun, jika melihat alasan saya melakukan pekerjaan-pekerjaan berbeda itu, semuanya jadi wajar. Sebagai penulis, saya tentu perlu riset yang seringkali dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap bidang yang hendak saya tulis. Itu juga alasan kenapa aktor yang mendapatkan peran sebagai pengemis benar-benar melakukan pekerjaan sebagai pengemis demi menjiwai perannya. Kalau ternyata ada yang kasih dia recehan, ya... itu rejekinya. Hehehe.

Mau contoh lain? Teman saya pernah bekerja sebagai penyiar radio, MC, dan aktris. Dia juga pernah menjadi anggota sebuah band ternama. Lantas, apa kariernya? Betul, seorang penghibur (entertainer).

Kelihatan bedanya, kan?

Sekarang, coba tanyakan dua hal ini pada diri sendiri.
  • Apakah karier saya sudah sesuai keinginan?
  • Jika belum, apa yang harus saya lakukan?

Segitiga Karier
Jika masih bingung dalam menentukan karier (atau ingin "tobat" dari karier yang sekarang), ada tool yang bisa kamu gunakan dalam mendesain kariermu. Ini saya dapatkan dari buku RenĂ©. Namanya adalah segitiga karier.
(sumber: linkedin)

Dalam segitiga karier, adalah kepuasan kerja (job satisfaction), kompensasi (compensation), dan gaya hidup (lifestyle). Ayo kita bedah satu persatu.

Kepuasan kerja adalah tingkat kepuasan kamu terhadap pekerjaan yang biasa dilakukan. Kalau kamu sebagai pedagang cimol merasa bahwa pekerjaanmu adalah menyelamatkan penduduk bumi dari marabahaya kelaparan, selamat, kamu sudah mendapatkan kepuasan kerja maksimum. Artinya, kamu merasa pekerjaanmu sangat penting, merasa happy ketika menjalankannya, dan merasa puas setelah mengerjakannya. Kamu menikmati setiap detiknya.

Kompensasi adalah parameter yang sifatnya uang/jabatan. Seseorang yang melandaskan kariernya pada kompensasi menjadikan gaji/jabatan sebagai patokannya. Misalnya, pada pekerjaan sebelumnya, dia digaji Rp5 juta. Sekarang, gajinya Rp6 juta. Nah, itu adalah kemajuan dalam kariernya. Kalau setelah itu gajinya tetap selama bertahun-tahun, dia akan menganggap itu sebagai karier yang stagnan. Mandek.

Gaya hidup adalah patokan yang mungkin agak absurd, tapi nyata. Pernah kepikiran punya kerjaan yang bisa pulang teng go? Salah satu teman saya pernah bilang, dia ingin pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah atau minimal memungkinkan dia untuk pakai kolor ke kantor. Ada juga yang ingin kerja di kantor yang seasyik Google. Sementara itu, teman saya yang bekerja di bank berkata bahwa dia senang sekali berdandan necis. Saya sendiri dulu punya cita-cita untuk menjalani karier di manapun kecuali kawasan Sudirman-Thamrin-Kuningan.

Bisakah kita memiliki ketiganya?
Bisa.


...bisa iya, bisa nggak. Hehehe.

Well, nggak ada yang sempurna di dunia ini. Memiliki ketiganya sekaligus mungkin masih mimpi. Tapi setidaknya, kita bisa memilih dua dari tiga hal dalam segitiga karier tersebut.

(Sumber: Emm-azing)

Sekali lagi, segitiga karier ini berguna untuk mendesain kariermu. Sampai situ aja. Tugasmu adalah memilih satu-dua dari ketiganya. Kalau pilih kepuasan kerja dan gaya hidup, ya jangan komplain kalau gaji yang kamu dapatkan naik-turun. Kalau prioritas utama adalah kompensasi, jangan komplain kalau disuruh kerja hari Minggu pagi.

Pilih. Jalani dengan bertanggung jawab.

Jadi, mau pilih yang mana?
Apa alasannya?

Baca juga: Tentang Perbedaan Pekerjaan dan Karier (bagian 1)




Comments

Post a Comment

Popular Posts