Pokemon GO: Teror di Indonesia, Peluang di Australia

nothingbutgeek.com


Sewaktu hendak bersiap pulang menuju rumah, saya membaca satu berita yang menarik. Berita ini dikutip kompas.com dari travelpulse.com.

***

Hotel Pokemon Go Pertama Dunia Ada di Australia


Seolah paham dengan kondisi pasar, jaringan hotel Australia Mantra Group meluncurkan Hotel Pokemon Go pertama di dunia. Grup tersebut mengungkapkannya pada Jumat pekan lalu dengan menggunakan Pokemon Go Lures di bar hotel mereka di Sydney dan Melbourne untuk meningkatkan kesempatan menangkap Pokemon.

Mantra Group memiliki Pokestop tersendiri di bar hotel mereka. "Pokestop By Our Bar" tersebut bakal dimulai setiap Jumat pada Juli 2016 pukul 15.00 waktu setempat. Pada jam tersebut, para Pokemon Trainers di Sydney bisa mendapat kentang goreng gratis dengan hanya membeli minuman di Hotel Mantra 2 Bond Street, Sydney. Sedangkan bagi mereka yang berada di Melbourne, pada waktu yang sama bisa memperoleh diskon minuman di Hotel Mantra on Little Bourke.

Seperti kebanyakan bisnis lainnya, Mantra dengan cepat merekognisi keuntungan dari Pokemon Go.
"Mantra kami adalah 'mengenali apa yang penting bagi publik' dan sudah sangat jelas dari popularitas permainan Pokemon Go kini sangat lah penting bagi jutaan orang di seluruh dunia," kata Direktur Eksekutif Pemasaran dan Digital Mantra Group Matt Granfield.
Granfield menambahkan, pihaknya selalu berusaha menemukan cara-cara baru dan inovatif untuk membuat hotel-hotelnya menjadi tempat nyaman untuk tinggal dan menurutnya, membantu tamu-tamu menangkap beberapa Pokemon selama mereka tinggal bukanlah perkara sulit.

Menurut Mantra, Pokemon Go telah meraih pengguna aktif harian lebih banyak dari Twitter sejak diluncurkan pada minggu lalu. Lebih menariknya lagi, satu dari lima pengguna Android di Australia telah mengunduh Pokemon Go sejak pertama kali diluncurkan. The Mantra Group saat ini memiliki lebih dari 125 hotel dan resor yang tersebar di Australia, Selandia Baru, dan Indonesia. Semuanya berada di bawah merek Peppers, Mantra, dan Breakfree.

 ***

Bagi saya, berita ini insightful. Setidaknya, ada lebih dari satu hal menarik melalui berita di atas. Hal pertama yang saya cermati adalah nuansa berita pada topik Pokemon GO. Kita tahu bahwa berita-berita mengenai game augmented reality buatan Niantic ini cenderung bernuansa negatif di Indonesia.

Entah terkena labelisasi game sebagai sesuatu yang tidak berguna atau memang murni tidak tahu (dan tidak ingin tahu), kebanyakan dari mereka yang (meminjam istilah Tapscott dalam karyanya, Grown Up Digital) merupakan Gen X mengenali Pokemon GO sebagai ancaman. Teman-teman bisa membaca sendiri ceritanya di berbagai media online. Saya yakin teman-teman juga mendapat broadcast message mengenai Pokemon GO yang 'menelanjangi Indonesia' melalui teknologi augmented reality yang menyertainya.

Padahal, bila mau cerdas sedikit, mereka seharusnya mempelajari cara kerja Google Map sebelum menyebarluaskan broadcast message tersebut. Bila Google dirasa terlalu rumit dipelajari, terutama bila mereka masih menggunakan feature phone alih-alih smartphone, setidaknya mereka perlu mempelajari sejarah oknum-oknum perwira militer yang menjual informasi negara terhadap pihak asing demi sesuap nasi dan sekeranjang berlian.

Hal kedua yang saya anggap insightful adalah potensi ekonomi dari Pokemon GO itu sendiri. Sebagian penggemar (dan mereka yang mengikuti berita seputar Pokemon GO) tentu mengetahui ada banyak tempat di Central Park yang menggunakan strategi serupa dengan hal yang dilakukan oleh jaringan hotel Mantra: Pokemon GO Lure. Mereka memahami, lure tidak hanya berguna untuk menarik Pokemon, tetapi juga menarik sang trainer. They are potential buyer, right?

Meskipun demikian, Vox tampaknya tidak terlalu setuju bahwa Pokemon GO dapat memberikan dampak ekonomi yang serius.
"You can spend money on Pokémon Go too. But the economics of the game are very different. When you spend money on items in the Pokémon Go world, it doesn’t go into the pocket of a local Pokémon entrepreneur — it goes into the pockets of the huge California- and Japan-based global companies that created Pokémon Go." (Vox: Pokemon G is everything that is wrong with late capitalism)

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, semua pihak tentu setuju bahwa Pokemon GO adalah sebuah bentuk viralitas, meski sepertinya terlalu cepat untuk menyimpulkan hal tersebut sebagai sebuah fenomena. Dalam hal ini, yang membedakan hanyalah sudut pandang (persepsi) manusia dalam memahaminya.

Pada akhirnya, suka-tidak suka, teknologi akan terus berjalan maju. Mereka yang antipati terhadap Pokemon GO (misalnya generasi X) mungkin lupa bahwa teknologi pada televisi yang mereka kagumi dulu dibenci oleh orangtua mereka, bahkan dianggap sebagai kotak setan oleh sebagian pihak. Kita, orang-orang yang menikmati bermain Pokemon GO, mungkin juga akan bersikap antipati terhadap teknologi yang jauh lebih berkembang.


Jadi, bagaimana menurutmu?


Baca juga:
Rahasia Popularitas Pokemon GO (bagian 2)
Pokemon GO: 7 Gosip Memahami Nearby List

Comments

Popular Posts