Digital Detox

Let’s Get Rich adalah permainan yang asik.

Asik banget, kalo boleh gue tambahkan.

Melalui Let’s Get Rich, gue belajar banyak…terutama soal menghadapi Greed (keserakahan) and Fear (ketakutan). Ketika lagi miskin, alih-alih menjadi panik, gue belajar tabah menyusun strategi, mengikuti permainan lawan sampe akhirnya gue tajir. Pas tajir, gue belajar untuk tetap waspada terhadap ‘jebakan betmen’ lawan main. Ketika kalah, gue belajar untuk tidak terpancing emosi oleh ejekan lawan yang…begitulah. Ketika menang, gue juga belajar untuk tidak melakukan tindakan yang merusak respek. Ketika menang sepanjang permainan lalu secara amat sangat menyebalkan kalah pada beberapa langkah akhir dan sukses diketawain lawan? Gue belajar legowo.

Oh, ini toh takdir, kira-kira begitu batin gue.

Dari segitu banyak manfaat yang gue dapatkan, Let’s Get Rich sayangnya juga punya sisi negatif. Gue merasakan sekali beberapa dampaknya. Misalnya, waktu produktif yang berkurang, pembagian waktu yang berantakan, ketidakfokusan dalam mengurus produksi dan penjualan Semester 7, serta waktu istirahat yang juga ikut-ikutan berkurang.

Ini nggak bener, batin gue. Tapi kalau udah ketagihan dan jadi bagian dari keseharian, gimana gue bisa keluar dari lingkaran ini?

Karenanya, gue memutuskan untuk berhenti bermain Let’s Get Rich.

Bener aja. Beberapa hari setelah ‘resign’ sebagai pemain Let’s Get Rich, gue merasa ada yang hampa. Ada yang kurang. Agak lebay sih ya, hahaha. Tapi begitulah, gue merasa otak sesekali nyuruh main. Dari situ, gue sadar bahwa gue sudah dalam tahap kecanduan. Beruntunglah gue sempat mengantisipasi itu dengan segera menghapus aplikasi dari ponsel.

Sebulan kemudian, gue blogwalking ke blog Badroni Yuzirman, founder (atau co-founder?) komunitas Tangan Di Atas. FYI, gue menyukai kontennya. Sederhana, tapi tetep kena. Pokoknya begitulah. Gue lantas melakukan blogwalking hingga sampai pada post ‘Perampas Waktu dan Perhatian’.

Rupanya, Pak Roni mengalami masalah yang sama. Bedanya, beliau kecanduan pada media sosial, sementara gue pada game.

Saya termasuk yang tak kuasa membebaskan diri dari ketagihan terhadap layar atau media sosial ini. 
Salah satu ikhtiar saya mengurangi kecanduan ini adalah dengan mengurangi aplikasi sosial media di smartphone saya. Yang namanya Twitter, Facebook, Instagram atau Path sudah saya hapus dari smartphone. Tinggal beberapa yang esensial saja seperti aplikasi BBM, WhatsApp atau musik.
Dampaknya, ketika membuka smartphone, saya menjadi cepat bosan karena tidak ada apa-apa lagi di sana. Ya sudah, ditutup  saja. Notifikasi apa pun tidak saya aktifkan, karena semua notifikasi itu seolah-olah membuat hidup kita selalu dalam kondisi urgen, semuanya harus dijawab dengan seketika. Padahal tidak semua email atau pesan itu harus dijawab saat itu juga.

Yang menarik, dia juga membahas bagaimana orang-orang yang ‘kecanduan’ mengatasi permasalahan mereka. Simak kutipannya di bawah ini.

Berbagai macam cara dilakukan orang-orang seperti saya. Di luar sana sudah ada gerakan “digital sabbath” atau “digital detox”  atau “screen detox” yang intinya berpuasa dalam waktu tertentu terhadap yang namanya layar digital, internet atau media sosial. Bahkan sudah ada orang-orang kreatif yang menangkap masalah ini dan menjadikan bisnis dengan membuat program seperti digital detox camp. Yang ikut lumayan banyak dan bayarnya juga tidak murah. Peserta di sana diajak melukis, main bola, memasak, bersepeda, jalan kaki dan sebagainya.

Gue nggak perlu sampai ikutan komunitas-komunitas detox ini, sih, karena pada dasarnya, gue mudah ter-distract. So I distract myself with some targets. Gue menyibukkan diri dengan beberapa jenis pekerjaan dan proyek yang sedang dilakukan. Hasilnya, selain lepas dari jeratan game, produktivitas pun naik. Itu belum termasuk kabar positif lain seperti penjualan Semester 7 yang konsisten dan quality time buat diri sendiri sekaligus orang-orang terdekat. 

Oh, satu lagi: baterai ponsel gue lebih awet. Hahaha.

Jadi, itulah masalah gue dan bagaimana gue mengantisipasinya.

Kalian juga mengalami hal yang sama?

Boleh share di sini?




Comments

Popular Posts