Tentang Pekerjaan dan Karier

Akhir-akhir ini, beberapa orang bercerita tentang kegamangan atas pekerjaan yang mereka tekuni. Yang satu bankir, sisanya supervisor restoran. Si bankir bercerita tentang ketidakpuasan dia dengan prosedur operasi standar di tempat kerjanya. Si supervisor bercerita tentang perasaan mandeg yang dia hadapi sehubungan dengan bayaran yang tidak sesuai dengan tanggung jawab pekerjaannya.

Curahan hati mereka mengingatkan gue akan obrolan bersama Bona Sardo. Iya, finalis Idol angkatan pertama itu adalah seorang psikolog. Dari obrolan itu, dia menyarankan gue untuk membaca buku René Suhardono, judulnya Your Job is Not Your Career.

Sounds provocative? I think so.

Buku ini ‘menggambarkan’ dengan sangat baik bahwa pekerjaan sama sekali berbeda dengan karier. Bila pekerjaan adalah kendaraan untuk mencapai suatu tujuan, karier adalah perjalanan itu sendiri. Pekerjaan berasal (dan ditentukan) dari perusahaan, karier berasal (dan ditentukan pula) dari dalam diri sendiri. Cara menentukan karier? Lihat lagi tiga hal di bawah ini ke dalam diri kita.

Passion
Values
Tujuan hidup diri sendiri
Kebahagiaan

Alih-alih gue menjelaskan panjang lebar di sini, gue lebih suka menyarankan temen-temen untuk beli dan baca bukunya. Seriously, it is a good one.

Balik ke permasalahan kedua orang temen gue.

Setelah membaca ulang buku itu pada halaman 42-43, gue teringat pemikiran Erich Fromm. Filsuf kontemporer ini berpendapat bahwa pola pikir kebanyakan manusia itu ‘punya dulu, baru happy.’ Kamu punya Porsche dulu baru bisa happy. Kamu tinggal di Pondok Indah dulu baru bisa happy. Atau yang keliatannya paling realistis di kalangan anak muda jaman sekarang, punya iPhone dulu baru happy...

...dan sialnya, kita harus kerja keras dulu biar bisa ‘punya’ untuk kemudian merasa happy. Yang lebih sial, mungkin paling sial, adalah ketika kita udah kerja keras, lalu ‘punya’ hal-hal yang kita inginkan, tapi kok nggak happy juga ya?

Dari situ, gue mikir lagi tentang makna kebahagiaan. Apakah kita mutlak harus ‘punya’ dulu baru bisa happy? Apakah kebahagiaan itu ada bentuknya? Kalau iya, kayak apa? Gimana cara mendapatkan kebahagiaan? Gimana cara menikmatinya?

Padahal, masih kata Fromm, ada pola alternatif yang lebih baik.

Be who you are,
do what you love, and
have what you need.


Fromm menyarankan untuk menjadi diri sendiri (be who you are) dengan cara mengenali kekuatan, hasrat, dan tujuan hidup yang kita miliki. Kesadaran diri ini akhirnya akan membimbing kita untuk mengerjakan yang kita cintai (do what you love). Atas hasil pekerjaan itu, kita bakal mendapatkan apa yang kita inginkan (have what you need). 

Untuk bisa ‘punya’, tentu diperlukan proses yang waktunya bervariasi. Namun begitu, setidaknya hidupmu udah happy duluan, kan?


Comments

Popular Posts