Penyebab Gagal Mengakhiri Cerita
Pernah ngerasa bikin
novel tapi nggak kelar-kelar?
Udah bikin sinopsis
sampe kelar tapi eksekusi menulisnya beda dari rencana di sinopsis?
Mungkin, masalah ada
di karakter buatanlu.
Ketika bikin cerita,
mau nggak mau kita berurusan dengan karakter. Dia yang nantinya ngelakuin
apapun yang kita mau dalam cerita. Nggak perlu gue ceritain di sini seberapa
pentingnya karakter karena ujungnya bakal jadi basa-basi aja. Intinya, cerita
lu nggak bakal jalan kalo nggak ada karakter yang memainkannya, meskipun karakter
itu berupa benda mati.
Permasalahannya adalah
kadang seorang penulis menjadi begitu posesif dengan karakternya. Karakter yang
sebenarnya bisa dibikin berbadan kekar tapi cengeng, dimainin, dibunuh, dibikin
hamil di luar nikah, dibuat gila, malah dianggap kayak anak sendiri. Dampaknya,
- Karakter rekaan kita punya sifat dan deskripsi fisik nyaris sempurna; atau
- Cerita kita nggak selesai.
Lho, kok bisa nggak
selesai?
Mari kita asumsikan
bahwa keinginan membuat cerita yang sempurna membuat kita jadi terlalu sayang
dengan si tokoh utama. Ibarat anak sendiri, kita pengin cerita si karakter
utama ini happy ending, tapi nggak
mau ada konflik yang terlalu membahayakan karakter utama, atau bahkan nggak ada
konflik sama sekali!
Padahal, meskipun
manusiawi untuk membenci konflik (terutama dalam kehidupan kita yang fana ini,
yoih), cerita bisa jalan karena ada konflik. Penelitian ilmiah bisa jalan
karena ada permasalahan. Sampe segala kemudahan yang kita nikmati lewat gadget pun diawali dari konflik,
terutama konflik berkomunikasi.
Ya, konflik itu
seperti jamu. Rasanya nggak enak, tapi menyehatkan.
Dalam konteks menulis
novel, ya menyehatkan jalan ceritanya. Jadi lu bisa mengakhiri novel dan beralih
ke ide baru yang tercipta saat pulang sekolah/kuliah/kerja tadi.
Terus, gimana cara
biar kita ‘tega’ sama si karakter utama ini?
Pertama, disiplinlah mengikuti
sinopsis yang udah susah payah lu buat.
Kedua, kalau cerita itu terlanjur
dibuat 10 bab dengan melanggar sinopsis (wow, 10 bab tanpa sinopsis? imajinasi
yang luar biasa), janjikan pada diri kalian untuk menghadiahkan happy ending pada tokoh utama, tetapi
setelah memberikan dia ‘cobaan’ yang cukup kuat untuk membantu kalian
mengakhiri cerita. Buat konflik utamanya, lalu sesuaikan dengan bab-bab
sebelumnya. Misalnya, dengan membuat karakter antagonis yang nyelip dikit-dikit
di bab awal. Intinya, tingkatkan dosis konfliknya. Ingat, konflik adalah jamu.
Jamu adalah konflik. Konflik adalah jam...ya pokoknya gitulah.
Semoga membantu!
Your (still learning)
writer,
-zp-
Comments
Post a Comment