Membaca sebagai Seorang Penulis

Jangan bingung dengan judulnya, karena buat gue, membaca itu terdiri dari dua jenis. Jenis pertama, membaca sebagai pembaca seperti yang biasa kita lakukan. Sisanya, membaca seperti seorang penulis. Jenis kedua inilah yang akan kita bedah lebih dalam. Suka nggak suka, harus suka! *maksa

Kita semua tahu bahwa sebagian besar penulis mengawali kariernya dari membaca. Ada yang emang karena hobi, ada juga yang gara-gara budaya keluarga. Namun, sebagian dari mereka mungkin nggak tertarik membaca buku untuk belajar dari penulis lain. Hal ini dilakukan karena mereka biasanya menginginkan karya yang original. Mereka berpendapat, mempelajari gaya penulis lain berarti mengotori originalitas itu sendiri. Apakah kamu termasuk di dalamnya? Only you can answer it.

Sebenarnya, pendapat kayak gitu ada benarnya. Gue gak menyalahkan orang-orang beridealisme tinggi yang punya semangat lebih untuk bikin karya original. Orang-orang ini biasanya bakalan marah kalau karyanya disamain dengan karya penulis lain. Orang-orang ini, seperti gue bilang tadi, punya idealisme tinggi tentang originalitas.

Masalahnya, apa segitu pentingnya originalitas di mata mereka, lantas bikin mereka anti baca karya penulis yang sejenis dengan mereka? I do not think so. Bagi gue, ada banyak sekali keuntungan dari ‘membaca sebagai seorang penulis’ daripada sekedar ‘membaca sebagai seorang pembaca’. Penasaran? Kebet terus ceritanya....

1. Membaca Karya Orang = Memperkaya Wawasan
Insya Allah, semua orang setuju bahwa ketika membaca karya orang lain, dari novel sampai kata-kata di papan iklan, kita bisa memperkaya wawasan. Inilah tujuan utama membaca sebagai seorang penulis. Dengan meneliti karya orang lain, kita bisa melihat bagaimana dia mengatur tempo cerita. Kita bisa belajar bagaimana membangun tokoh dengan karakter yang nggak pasaran. Kita bisa belajar bagaimana penulis membangun konflik yang menarik untuk diikuti. Kita bisa belajar bagaimana mengawali sebuah cerita. Kita juga bisa belajar membuat ending yang dramatis.

Dengan meneliti karya orang lain, kamu akan terlihat selangkah beberapa langkah lebih cerdas dan cadas!

2. Menciptakan ‘suara’ Kamu Sendiri
Sering, ciri khas (voice) seseorang dalam menulis merupakan kombinasi dari gaya beberapa orang penulis sekaligus. Tanpa belajar dari penulis lain, kamu mungkin nggak akan punya voice yang khas. Sebaliknya, bacalah buku dari berbagai orang yang berbeda dan kelak kamu akan menemukan voice-mu sendiri.

Lalu, bagaimana gue mengetahui voice gue sendiri? Ketika orang bilang, “Wah, tulisan ini Fian banget!”

3. Mencegah Datangnya Writer’s Block
Menulis itu seperti menuangkan teh dari teko ke cangkir. Kelak, tidak akan ada yang bisa dituangkan karena air teh dalam teko telah habis. Kalau teko itu otak, air teh itu ide, dan cangkir adalah buku sebagai media pengaplikasian ide, seperti itulah kondisi writer’s block. Setelah lama menulis, kita bisa tiba-tiba mengalaminya.

Terus, gimana cara mengisinya kembali? Membaca dan mempelajari karya orang lain, hakikatnya, adalah menambahkan air teh yang baru ke dalam teko. Gunanya, agar teko itu bisa menunaikan kembali tugasnya; menuangkan air dalam cangkir. Orang-orang pun dapat menikmati kembali tehnya.

See? Otak juga perlu masukan dari luar. Bacalah karya orang lain untuk mencegah dirimu ‘kehabisan air teh’.

4. Kepastian dan Kemampuan Mendeteksi Hal yang Salah
Ketika membaca karya orang lain, biasanya tanpa sadar kita akan membandingkannya dengan karya sendiri. Dari situ, mungkin timbul pernyataan, “Gue akan bikin yang lebih baik dari ini.”

Eileen Andrews (jangan tanya, gue juga nggak kenal ini orang) pernah menulis, “Sometimes the only thing keeping me going is reading the sludge out there and knowing if that can get published, then so can I!”

Nggak tau artinya? Coba pakai Google Translate. Gue juga tadi begitu, kok!

Maksudnya begini, hal yang membuat dia tetep membaca karya orang lain adalah ketika menemukan buku yang menurutnya jelek, dia justru semakin termotivasi. Istilahnya, “Kalo orang lain bisa bikin buku cupu kayak gini, masak gue nggak bisa?” Jangan disikapi secara negatif ya, itu gunanya untuk memotivasi hati yang minder dalam membaca karya orang terkenal.

5. Membentuk Mentalitas Belajar
Ketika kamu mau belajar dari penulis lain, kamu adalah seorang penulis yang rendah hati. Ketika kamu gengsi, kamu sombong. Maka, bentuklah mentalitas pembelajar sejak dini. Mentalitas pembelajar membuat kita tidak akan pernah puas dengan karya yang dihasilkan. Hasilnya? Kita akan terus berkembang. Noor H. Dee, editor gue, bilang, “Ketika elu udah merasa karyalu sempurna, di situlah elu bakal mentok.”


Gimana, udah tercerahkan?
Semoga bermanfaat, ya!

Comments

  1. thanks infonya bang zul ghanteng (padahal si pecomment langsung shock teraphy)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts