Kenapa Harus Menulis?

Semuanya berawal dari SMS yang gue kenal,

"Assalamu'alaikum, bang jul. Kapan ente ada waktu? Ane mau pake ente sebagai bahan publikasi nih."

Et dah, ini orang sok akrab amat. Udah nomornya nggak gue kenal, main pake-pake gue aje. Emangnya eke kantong kresek, cyiiin?

Setelah beberapa saat, orang ini namanya Rian. Nah si Rian ini (gua gatau apa posisinya) rupanya perwakilan dari Telaga Inspirasi, semacam lembaga yang mau menggalakkan kembali pelatihan penulisan bernilai sastra. Dia minta gue untuk jadi model sesi pemotretan dan kutipan. So, kita anggap kerjaannya adalah tukang ngumpulin poto.

Buat gue yang merupakan penulis komedi, diundang lembaga pelatihan penulisan sastra seperti Telaga Inspirasi membuahkan dua pemikiran;
1. Di mana letak nyastranya tulisan gue?
2. Apa ini merupakan suatu pem-bully-an nggak langsung terhadap gue?

Nah berhubung kata guru ngaji kita nggak boleh suuzhan, buru-buru deh gue ilangin itu pemikiran.

Singkatnya, kita ketemuan di lokasi. Kebetulan lokasi yang dipilih ialah PSJ (Pusat Studi Jepang) UI. Iya, ini salah satu lokasi yang sering banget dipake syuting FTV, khususnya kalo butuh setting kampus.

Deja vu?

Kelar ngobrol-ngobrol bentar, kita ke lokasi di atas. Cari-cari sudut yang pas. Dan dapet foto yang diinginkan. Masalahnya tinggal satu, gue belum juga nemu kata-kata yang pas buat kutipan. Sempet diem-dieman kayak orang berantem buat mikir. Sempet nemu foto Rio Dewanto (yang gue sangka foto gue sendiri, iya jijik), kita akhirnya memutuskan untuk berpisah. Nanti gue SMS dia kutipannya. Gimanapun, ini kutipan buat orang-orang yang mau belajar nulis. Apalagi tulisannya bakal bernilai sastra. So, gue kudu bikin kata-kata yang ringkas tapi berkesan. 

Sorenya, setelah dapet ilham, gue SMS kutipan yang diinginkan. Mudah-mudahan mereka suka....





Comments

Post a Comment

Popular Posts