Pedas Asin
Kombinasi rasa apa yang paling maknyus dalam sepiring makanan berat?
Yap, pedas asin. Asam manis alias sweet sour juga bisa sih. Yang jelas
bukan bitter sweet (manis pahit)-lah, ya. Itu mah cinta. Eh.
Kemarin, gue sedang dalam mood yang agak rajin sehingga memutuskan untuk ngebersihin
sepatu. FYI, sepatu yang mau gue bersihin itu modelnya kayak begini.
Kebayang kan, betapa rumit ngebersihinnya?
Membersihkan sepatu dengan model seperti itu ibaratnya kayak nembak
cewek tapi ditolakin terus. Butuh ketabahan. Gue bahkan merasa sepatu itu
berubah fungsi dari alas kaki menjadi semacem pemukiman laba-laba. Tiap lobang ada sarangnya. Pas nyodok-nyodokin
lobangnya, gue dapet satu laba-laba idup dan (kayaknya sih) telurnya. Gue kira telur laba-laba itu upil gue bertahun-tahun yang lalu. Ternyata bukan.
Pas diinget-inget lagi, gue bukan tipe cowok yang ngupil terus diselipin di
sela-sela sepatu olahraga sendiri. Gue merasa lega.
Membersihkan sepatu dengan tingkat kerumitan kayak gitu rupanya cukup
menguras tenaga hingga membuat tubuh ini terasa letih dan lunglai (halah). Makanya begitu
kelar ngebersihin sepatu, gue berinisiatif makan. Sayangnya pas ngeliat isi rice
cooker, gue nggak punya cukup nasi untuk dimakan. Jadilah gue harus memutar
otak.
Gue melihat tudung saji. Di dalam sana, cuma ada semangkuk ikan sardin kalengan
dan sepiring tahu goreng. Tahu gorengnya udah dimakan semut, jadi gue disisain
ikan sardin yang harganya jelas lebih mahal daripada tahu. Dasar semut bodoh.
Lauk udah ada. Tinggal makanan pokoknya nih. Untunglah gue masih punya
persediaan mie instan. Mie instan ini gue olah dengan cara yang sama kayak kalo
kita mau bikin spaghetti.
Untuk mengolah mie instan, masukin air ke panci kira-kira sebanyak 1,5
sampai 2 gelas. Kalau mau dicampur sejumput garam boleh juga sih, tapi kalo gue
sih nggak. Begitu selesai dimasak, tiriskan. Iya, sama kayak masak mie goreng
(tadi katanya spaghetti, sekarang mie goreng. Gak konsisten deh). Bedanya, ini nggak pakai bumbu. Bumbunya
dikemanain? Simpen aja. Bisa berguna kalo suatu hari nanti lu mau bikin telur
ceplok.
Setelah itu, taruh deh ikan sardin di atasnya. Ini adalah alasan kita
nggak perlu bumbu mie instan. Saus dalam ikan sardin itu harusnya lebih dari
cukup untuk ngasih rasa.
Begitu mau makan, kok kayaknya mangkok gue sepi amat, ya. Rasanya kayak
elu ganteng dan kaya raya tapi nggak nikah-nikah. Kayak ada yang kurang aja
gitu.
Kali ini, gue membuka kulkas dan meneliti isinya. Ada bolu korma. Selain rasanya
manis, terakhir gue liat itu makanan udah rada jamuran. Nggak mungkin dimakan. Ada juga jus jeruk,
tapi kayaknya jus jeruk nggak cocok jadi kuah mie yang di dalamnya ada ikan
sardin. Oh, ternyata ada keju! Keju kayaknya bisa dipadukan dengan mie instan
dan ikan sardin. Karena gue suka keju, masuklah makanan yang nikmat diemut itu
ke mangkok.
Setelah icip-icip beberapa sendok (lah?), gue baru inget kalo makanan
gue belum difoto. Demi mempertahanan predikat sebagai remaja islami yang
kekinian, gue berdoa dan foto makanan itu. Jadinya begini, deh.
Iya, udah tinggal dikit mie dan ikannya. Agak
kalap aku, Mas.
Pas gue makan, yang paling dominan rasanya adalah ikan sardin dan
sausnya (ya iyalah!). Sementara itu, mie instan berfungsi menambah tekstur
makanan ketika dikunyah. Keju? Pemeran figuran, hehehe. Secara rasa, keju kalah
sama sardin. Secara tekstur, dia kalah sama mie. Tapi kalo dimakan bareng mie
tanpa ikan sardin, rasa keju akan lebih menonjol dan ternyata cocok. Ini
mungkin alasan Pop Mie mengeluarkan varian rasa Kari Keju.
After all, ini cuma
iseng. Nggak ada niat mempromosikan ikan sardin, mie instan, atau keju sebagai
produk olahan. Anggap aja ini cara menikmati hidup dengan hal-hal yang
sederhana. Kalo bisa dibikin simpel, kenapa harus ribet? Yakan, yakaaan?
Oh iya, nama makanan ini enaknya apa ya?
Ada ide?
Comments
Post a Comment